Main » 2011»October»16 » Jostein Gaarder: Penulis yang Terpukau Dengan Dunia
1:22 AM
Jostein Gaarder: Penulis yang Terpukau Dengan Dunia
Penulis Norwegia Jostein Gaarder mulai dikenal di Indonesia lewat buku
"Dunia Sophie". Buku ini mengajak pembacanya belajar teori filsafat
melalui petualangan seru seorang anak bernama Sophie. Sembari mengikuti
petualangan Sophie, pembaca tanpa sadar dihadapkan pada
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hidup dan eksistensi manusia.
"Dunia
Sophie" diterjemahkan di 60 bahasa dan terjual lebih dari 30 juta
eksemplar di seluruh dunia. Awalnya buku ini justru dimaksudkan sebagai
buku nonkomersial. Jostein mengira buku itu hanya akan dibaca oleh
pelajar Norwegia. "Saya tak yakin Dunia Sophie akan dibaca banyak orang,
atau menghasilkan banyak uang," kata Jostein di Jakarta, 11 Oktober
2011.
Ternyata, novel itu justru menjadi bukunya yang paling
sukses dan masih terus dicetak ulang. Padahal, Jostein mengakui, buku
itu lebih banyak membahas filsafat Barat. "Seandainya saya tahu buku ini
akan terjual di seluruh dunia, saya tentu akan memasukkan lebih banyak
jenis filsafat ke dalamnya seperti filsafat Timur, sufisme,
agama-agama," ujar penulis berusia 59 tahun ini.
Novel pertama
Jostein sebagai penulis adalah "Misteri Soliter". Kini dia telah
menghasilkan setidaknya 16 buku. Delapan bukunya sudah diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia. Selain "Dunia Sophie" terbitan Mizan, ada pula
"Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken", "Cecilia dan Malaikat Ariel", "Maya",
"Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng", "Gadis Jeruk", "Vita Brevis"
dan "Misteri Soliter".
Jostein memulai ketertarikannya terhadap
filsafat sejak masih kanak-kanak. "Sejak kecil saya merasa menjadi
bagian dari misteri. Bahwa keberadaan kita di dunia adalah sebuah
misteri dan saya tak tahu apa yang terjadi," katanya.
Pertanyaan
itu disampaikan pada orang tuanya, tapi tak mendapat jawaban yang
memuaskan. "Orang dewasa selalu berkata bahwa tak ada yang aneh dari
keberadaan manusia di dunia. Sejak saat itu saya bertekad tak akan
pernah menjadi orang dewasa, karena saya ingin selalu terpukau dengan
dunia," kata dia.
Menurutnya, orang-orang ingin menjadi penulis
karena berbagai alasan. Ada yang karena suka menyusun kata-kata. Tapi
Jostein menulis karena punya pesan dan pertanyaan untuk disampaikan.
Berikut
ini adalah dialog antara Jostein dan pembacanya dalam acara temu
pembaca di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa 11 Oktober 2011. Puluhan
fans bersemangat bertanya, meminta tanda tangan dan berfoto bersama
Jostein, yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dangan jenaka.
Enam
pertanyaan pertama, Jostein menyebutkan pertanyaan tentang "Dunia
Sophie" yang paling sering ditanyakan orang di seluruh dunia:
1.
Kenapa buku itu bisa laku keras? Saya tak tahu, tapi saya
punya teori. Mungkin, buku itu laku karena narasinya. Otak manusia lebih
menyukai cerita daripada informasi dalam buku teks atau ensiklopedia.
Jika diberitahu data-data tentang Jakarta, saya akan tertarik tapi
segera melupakannya. Beda halnya jika Jakarta dikisahkan dalam cerita.
2.
Kenapa cerita tentang filsafat? Karena banyak orang yang
merasa filsafat itu penting dan ingin mempelajarinya, tapi tak kunjung
belajar karena filsafat juga dianggap membosankan.
3.
Apakah buku itu ditulis dalam bahasa Inggris? Kenapa tidak? Tentu
saja tidak, dan tak akan pernah. Karena Inggris bukan bahasa saya,
tentunya saya lebih nyaman menulis dengan bahasa ibu.
4.
Kenapa memilih karakter anak perempuan sebagai tokoh utama? Kenapa
tidak? Tapi Sophie artinya kebijaksanaan, sedangkan filosofi adalah
keinginan untuk mencapai kebijaksanaan, yang merupakan sifat yang
feminis. Kita tahu bahwa Tuhan punya sisi feminis, yang dicerminkan di
Hagia Sophia di Turki, misalnya. Bahkan dalam mitologi Yunani Kuno, dewi
kebijakan adalah perempuan, Athena. 5. Kenapa
kebijaksanaan adalah sifat feminis? Teori saya, karena
perempuan selalu berusaha memahami sesuatu, sedangkan laki-laki hanya
ingin dipahami. (tertawa)
6. Tapi banyak filsuf justru
berjenis kelamin laki-laki? Dulu, dunia sangat patriarkis.
Cuma laki-laki yang boleh mengenyam pendidikan dan bersekolah. Perempuan
tak boleh belajar. Bukan berarti tak ada filsuf perempuan, hanya saja
mereka tak banyak dikenal. Zaman dulu sangat berbahaya jika perempuan
mengemukakan pendapatnya. Misalnya waktu revolusi Perancis, seorang
perempuan meminta hak politik yang sama, Robesspierre sendiri yang
memenggal kepalanya. Untungnya sekarang keadaan sudah jauh, jauh lebih
baik. Beberapa waktu lalu para blogger mengadakan
Gaarderfest, dan menemukan bahwa selalu ada karakter yang menulis surat
dalam buku Anda. Kenapa? Saya sangat tertarik dengan
imajinasi manusia. Saya memang banyak menulis cerita berbingkai, dimana
ada cerita di dalam cerita, dan itu dipermudah dengan metode surat. Saat
seseorang menulis surat, dia tak hanya menulis tapi juga mengungkapkan
dirinya melalui tulisannya. Menurut saya, itu sangat sensual.
Tokoh
Cecilia di buku "Cecilia dan Malaikat Ariel", menceritakan dirinya
melalui surat. "Dunia Sophie" juga cerita berbingkai, dan Sophie bukan
tokoh utamanya. Tokoh utamanya justru si Ayah yang menulis cerita
tentang Sophie. Buku apa yang Anda anggap sebagai karya
terbaik? Sulit menjawab pertanyaan ini, seperti bertanya
kepada ayah siapa anak perempuan favoritnya. Tapi kalau harus memilih,
saya pilih "Misteri Soliter". Ada juga "Gadis Jeruk" dan "Through a
Glass Darkly" yang saya saya suka karakternya. Buku-buku ini seperti
anak perempuan yang tak pernah saya miliki.
Kenapa banyak
buku Anda berkisah tentang anak-anak? Saya memang kagum
dengan anak-anak. Anak-anak selalu bertanya. Mereka adalah filsuf tanpa
harus membaca aneka buku. Anak-anak punya kemampuan untuk selalu
terpukau dengan dunia.
Anda memberikan Sophie Prize untuk
orang yang berprestasi di bidang lingkungan. Kenapa memilih fokus pada
lingkungan? Seandainya saya menulis "Dunia Sophie"
sekarang, pasti buku itu akan sangat berbeda. Saya akan menulis lebih
banyak tentang lingkungan. Lingkungan kita ini sebetulnya berkaitan erat
dengan filsafat. Bagaimana kita akan menjaga kelestarian bumi? Itu
adalah pertanyaan yang paling filosofis.
Menjaga kelestarian
lingkungan adalah tanggung jawab global, tanggung jawab kosmis kita
sebagai manusia. Planet ini hanya satu-satunya di alam semesta dan harus
dijaga.
Kebetulan hasil penjualan "Dunia Sophie" menghasilkan
banyak uang, maka uang itu harus digunakan untuk mendukung upaya
pelestarian lingkungan. Penghargaan tahunan ini diberikan pada individu
atau kelompok senilai USD 100 ribu.
Apa impian Anda? Itu
menjadi impian saya, menjaga lingkungan dari kerusakan. Misalnya saya
dihadapkan dua pilihan: 1) saya berumur panjang dan bahagia tapi bumi
rusak atau 2) saya mati sekarang tapi bumi dan isinya menjadi lestari,
saya pasti pilih mati sekarang juga. Percuma hidup bahagia jika dunia
rusak.
Apa sebenarnya filsafat itu? Pandangan filsafat
mana yang jadi pedoman Anda? Pertanyaan yang ditanyakan
manusia, itulah filsafat. Pertanyaan ini terus berkembang. Misalnya dulu
orang bertanya kenapa kita sakit? Ini sudah dijelaskan oleh medis. Ada
apa di bulan? Sekarang sudah bisa dijawab. Sangat menakjubkan betapa
ilmu pengetahuan telah berkembang.
Tapi tetap ada pertanyaan
yang tak terjawab. Apa itu kebahagiaan? Apa yang paling berharga dalam
hidup? Apa itu cinta? Kita tak bisa membentuk negara tanpa bertanya, apa
itu keadilan? Setiap orang selalu bertanya hal ini, meskipun kita tak
bisa berharap mengerti cinta sepenuhnya.
Ada yang bertanya, siapa
Tuhan? Apa yang terjadi setelah mati? Agama-agama --misalnya Islam,
Budha, Kristen-- menjawab pertanyaan ini dengan kepercayaan. Jadi
sebetulnya agama dan filsafat tidak bertentangan.
Pertanyaan-pertanyaan
itu berawal dari rasa terpukau terhadap dunia dan kehidupan. Terpukau
pada dunia adalah hal yang alami muncul sejak lahir. Bahkan cucu saya
yang masih bayipun menengok ke sekeliling dengan kekaguman, padahal dia
belum bisa berpikir. Manusia sebenarnya terlahir sebagai filsuf, kita
hanya harus menjaga rasa penasaran itu.
Sayangnya, banyak orang
dewasa yang butuh stimulan untuk merasa terpukau. Kita butuh obat, butuh
hantu dan alien untuk merasa terpesona. Saya sendiri selalu merasa
seperti alien. Saya melihat diri saya di cermin dan bertanya, "Siapa
saya?" Saya masih terpukau.